Selasa, 31 Maret 2020

Pejuang Restu 3

Bu, aku ingin sekali membantumu, meringankan beban berat yang seolah sangat membebanimu. Seolah kau sangat berat memikul pendidikan adik-adikku. Bu, sungguhlah aku tak menyangka bahwa kau tak kuasa atau memang sudah tak ingin lagi keluar biaya untuk adik-adikku. Apakah sudah terlalu habis uangmu untuk sekolahkanku, sehingga adikku tak mendapat sedikitpun biaya seperti aku waktu dulu? Duhai ibuku, sungguh adik-adik dan aku sangat menyayangimu. Kami semua sangat ingin membahagiakanmu, membahagiakan kedua orang tua kami selama hidup, karena kami tau kebahagiaan kalian adalah keramat.

Bu, asal kau tau. Saat ini aku tengah sendiri dan sepi meratapi betapa ibuku telah tiada dan kosong jiwanya entah dimana. Ibuku tak ada sejak aku bayi. Tak ada jiwamu yang tumbuh selaras dengan fitrahmu sebagai wanita yang patut dimuliakan. Bukan maksudku menjelekanmu bu, memang kau sudah nampak buruk di mata kami. Lantas apa kau mau membenciku juga? Silakan saja. Aku hanya bicara sebagai anakmu, sebagai darah daging yang selama 26 tahun ini tak kau urusi secara sempurna. Apakah karena obsesimu terlalu ingin nampak sempurna dimata manusia sehingga kau telantarkan kami begitu saja tanpa berperasaan. Dimanakah letak jantung atau hatimu, apakah itu sudah tak ada ? Atau sudah mati rasa? Aku masih menduga bahwa kau punya gejolak batin yang menyiksamu selama ini, bolehkah akh menghapus sesalmu itu? Seandainya diperbolehkan pun kurasa itu terlalu berat untukku yang hanyalah seorang anak. Salahkah jika aku butuh dikasihani dan disayangi oleh ibuku? Aku sangat merindukan itu.


Kebumen, 31 Maret 2020
Syair pilu sang pengembara
Kekasih Pertama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar