Setelah seminggu berlalu tes pegawai negeri kulalui dengan hasil yang tidak pasti dan terlebih mengecewakan sekali, namun tetap saja batin ini masih iri.
Masih sesekali kuingin berpakaian seperti mereka, karena dengan seragam itulah sepertinya kedua orang tuaku akan bangga. Sepertinya hanya dengan cara itu nantinya orang tuaku akan tersenyum bahagia, walau sejujurnya batinku terasa menderita.
Entahlah, sepertinya malam ini aku tengah galau dan sangat kebingungan. Maafkan daku wahai Bapak Ibu, karena aku belum bisa membahagiakanmu. Bukannya aku tidak mau, akan tetapi aku tidak mengerti bagaimana cara membuat kalian bahagia serta bangga padaku.
*ini mungkin innerchild (sisi kekanak-kanakkanku) yang bicara*
"Bapak, Ibu sebenarnya apasih mau kalian terhadapku? Aku sampai rasanya putus otak memikirkan keinginan kalian yang tak kunjung reda. Apakah hal itu karena kalian belum paham akan kebahagiaan yang nyata bahwa hal itu memang tidak bisa dibeli dengan harta maupun tahta?"
Aku paham akan kekeliruan kalian yang selalu saja membebani tanggung jawab seolah menurut kalian biasa saja, namun bagiku itu sangatlah menyiksa. Bayangkan saja wahai Bapak, saat ini usiaku masih sangat rentan akan gejolak emosi yang belum stabil, namun genjotanmu akan seluruh harapan tertumpu padaku. Katamu kau ingin kubahagiakan, tapi dengan apa? Apakah cukup dengan seragam korpri biru itu, sehingga dalam strata sosial aku nampak tinggi ? Apakah dengan berkendara Pajero Sport lantas aku nampak keren saat kau lihat dari luar sana? Cobalah diam sejenak dan berfikir jernih, Pak Bu.
Aku manusia biasa, aku punya jiwa. Jiwaku hanya bisa tenang jikalau aku bisa terus bersama anak dan suamiku dirumah, aku akan tetap bisa senang jikalau kalian merestuiku untuk tetap berkarya dari dalam kamar. Lihatlah betapa imajinasiku nampak liar dan tak terbendung. Aku seorang yang sangat introvert, Pak Bu.
Aku tak bisa sembarang bertemu dengan orang lain, karena saat dalam keramaian energiku terasa habis tersedot oleh mereka, apalagi ditambah dengan omongan yang menurutku itu tidak penting. Bagiku, aku lebih bahagia jika kalian izinkan aku mengolah imajinasi dan banyaknya peluru di otakku. Kalian harus tahu bahwa selalu ada hujan deras mengguyur kepalaku setiap waktu, hal ini membutku terlalu lelah mengolah kata demi kata menjadi kalimat yang padu. Biarlah orang berkata bahwa aku susah bergaul dan jarang nampak di muka umum. Biarlah mereka terus bicarakan aku sehingga mereka bisa puas dengan segala keburukanku, aku tak pedulikan itu. Justru yang aku butuhkan hanyalah pengertianmu, menyadari bahwa anak sulungmu bukanlah seorang yang bermental kuat seperti orang lain kebanyakan. Aku pun punya kekurangan dan juga kelebihan seperti halnya manusia di alam dunia. Tuhan menciptakanku satu paket lengkap, dan mungkin saat ini kalian belum menyadarinya.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar