Senin, 09 Maret 2020

Pejuang Restu 2

Seperti biasanya, setiap akhir malam atau tengah malam aku selalu tak bisa tidur. Memang hal ini tidak terlalu sering, namun bisa dibilang seringkalinya aku pasti terjaga di antara dua zona waktu tersebut. Sudah bukan hal aneh lagi, karena aku tengah mengalaminya bertahun-tahun. Jika kalian ingin tahu apa yang aku rasakan setiap malam begini, maka kali ini akan aku ceritakan dan takkan kusembunyikan lagi, agar kalian paham nantinya bahwa kepribadianku memanglah unik.

Setiap malam, aku memang tertidur lebih awal. Diantara jam 8 atau bahkan jam 9, akan tetapi mungkin karena kualitas tidurku yang sudah dirasa cukup menghilangkan efek kelelahan sehari itu, sehingga di pertengahan malam atau bahkan di penghujung malam aku seringkali terbangun. Aku bukan hendak bertahajud atau bertawajuk dengan Tuhanku, Pak Bu. Akan tetapi seringkali justru emosi atau bahkan imajinasi liar muncul dari sana. Hingga inspirasi yang sangat deras muncul bahkan membanjiri otakku. Aku sampai bingung harus teru menadahinya dengan cara apa.

Sebelumnya, aku memang sosok yang sangat paranoid akan gelapnya malam, entahlah aku masih tidak mengerti mengapa aku sangat takut kegelapan malam, namun seringkali Tuhan bangunkan aku di ujung atau bahkan tengah malam begini.

Untuk mengendalikan emosiku yang makin tidak stabil karena kecemasan yang sangat berlebihan, maka aku seringkali menuliskannya dimanapun. Aku bahkan tidak menyangka bilamana aku tengah sadar beberapa hari kemudian lalu aku mengecek satu persatu tulisanku, betapa sangat banyak ide-ide bertebaran didalamnya.

Duhai Bapak, Ibu kemampuanku mungkin tidak sama seperti orang-orang yang menurut kalian hebat di luar sana, yang mampu selesaikan nilai akademik dan dapat bekerja dengan gaji yang tinggi serta rumah mewah dan baju seragam yang bagus. Aku ini siapa, Bu Pak. Aku hanya seorang anak yang bercita-cita menjadi ibu pendidik saja. Aku tahu akan potensiku yang hanya bisa berdaya jika berada dalam zona kesendirian di dalam rumah. Aku tidak suka bergaul dengan orang yang sangat banyak, bagiku aku merasa menderita. Aku lebih nyaman dengan kesendirian, sehingga aku bisa menyelami diriku dan menemukan sisi lain diriku dari dalam. Apakah sebegitu hinanya aku di matamu, saat realita yang kau inginkan tak sesuai dengan karakterku ?

Tapi aku tidak akan mundur, duhai orang tuaku. Aku akan tetap lakukan apapun hal yang buatku nyaman, meski aku harus mendapatkan banyak label yang mungkin terdengar tidak menyenangkan. Aku tak peduli itu, karena hanya dengan mengakui akan kelemahanku saja aku sudah sangat bahagia.


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar