Rabu, 26 Februari 2020

Aku Malu dengan Dia, Kekasihku

Seperti louis 14 yang sangat cinta akan keindahan, akupun begitu. Namun, aku enggan mati di tiang gantungan. Aku berhak untuk memilih hidupku dan passionku sendiri.
Aku orang yang bukan senang terikat dengan sebuah keterikatan. Intinya aku lebih suka bebas dengan zona rasaku sendiri, mengartikan dinamika perasaan yang hadir dan pergi setiap harinya tanpa harus terdistraksi oleh suatu hal yang menurutku tidak terlalu penting untuk kupahami.

Memang egois sekali rasanya diri ini, hanya mementingkan perasaanku. Akan tetapi sebaliknya, siapa yang mau peduli saat jumping moodku kambuh. Akankah orang lain bisa memahami akan perasaanku sebagai seorang yang 'berbeda' dari yang lain ?

Sejak kecil aku dididik untuk terus bergantung pada diriku sendiri, menantang setiap halangan yang hadir dalam diriku sendiri, sehingga aku terbiasa dengan kesendirian yang menurut orang lain membahayakan. Tapi hal ini tidak berlaku bagiku. Aku memang berbeda, aku suka kesendirian dan kekaguman pada suatu hal yang menurutku menarik, seperti halnya gambar-gambar warna-warni.

Aku penyuka visualisasi yang sangat biasa, aku memilili keterbatasan dalam hal kreativitas olah gambar, akan tetapi daya imajinasiku tak bisa diragukan lagi. Sekali lagi, aku sedang berbicara pada diriku sendiri. Aku tidak sedang membandingkan hal ini dengan orang yang berada di luar sana. Karena sebuah pepatah mengatakan kala aku ingin mengenal siapa Tuhanku sesungguhnya, maka aku haru mengenali dulu siapa diriku sebenarnya. 

Aku tidak seperti Louis 14 yang terlalu kagum akan keindahan dirinya hingga berlebihan, atau Leonardo da Vinci yang katanya sampai melukis bentuk diri wanitanya dalam sebuah karya bernama Monalisa. Akan tetapi aku kagum pada kekuatanku selama ini, sungguh hal itu mustahil kulakukan tanpa adanya bantuan suntikan dari dzat Pemilik energi terbesar di jagat raya ini, dialah Allah swt.

Selama ini, aku tidak pernah lepas dari jeratan kesengsaraan akibat ulahku sendiri. Aku memiliki kekurangan dan juga kelebihan, akan tetapi aku terlambat menyadarinya. Aku sungguh malu pada Dia. Sudah sejak lama Dia menegurku untuk terus mendekat padaNya, bahkan dengan langkah terseok sekalipun, namun sepertinya diri ini masih belum mau untuk pahami arti dari pendekatanNya padaku. Aku sungguh malu.
Semoga Dia kekasihku bisa memahamiku akan segala keterbatasan ini, dan memberiku maaf atas segala kesalahanku sebagai hamba yang banyak dosa.

Kutowinangun, 26 Februari 2020
Ttd.
Kekasih Pertama

Selasa, 25 Februari 2020

Strategi 2020

Ini adalah sebuah bentuk ikhtiar saya demi memperbaiki konsep hidup saya yang awalnya keliru. Setelah saya dengar kajian muslimah dari berbagai sisi dan sumber, saya dapatkan sebuah pencerahan bahwasannya muslim juga mensyariatkan untuk merancang hidup para ummat, karena hal ini wajib. Allah tidak akan merubah suatu kaum, tanpa kaum tersebut berusaha merubahnya (Q.S Ar.Ra'd : 11).

Maka dari itu, kita sebagai umat muslim yang taat wajib untuk terus berikhtiar demi menggapai RidhoNya. Dalam hal ini, ikhtiar adalah cara kita memperbaiki diri menuju kepada suatu pembaruan yang lebih baik. Allah akan menilai usaha kita, meskipun kemungkinan takdir Allah tidak menghendaki hal tersebut, akan tetapi nilai pahala kita akan menggunung saat ikhtiar kita benar-benar dilakukan atas dasar ketaqwaan. InsyaAllah.

Sebagai seorang muslimah, tentunya saya pun ingin agar Allah senantiasa membimbing saya kearah yang lebih baik. Jauh dari kemaksiatan, dan bisa menjadi the best version of me yang saya impikan. Semoga dengan ikhtiar membuat road mapping di tahun 2020 ini, setidaknya Allah memahami betapa saya sangat ingin untuk merubah nasib saya di kemudian hari. Sungguh, tanpa pertolonganNya saya bukanlah apa -apa, dan tanpa kasih sayangNya pula, saya tidak mampu melakukan apapun.

Semoga para readers sekalian bisa mengambil manfaat dari tulisan-tulisan saya disini, bahwasannya saling menebar manfaat kebaikan hal itu adalah wajib bagi setiap ummat. Saya doakan semoga teman-teman sekalian juga mendapatkan kemudahan bagi setiap permasalahan yang tengah dihadapi saat ini. Percayalah Allah selalu bersama orang-orang yang bertaqwa. Wallahu a'lam bisshowab.

Kebumen, 25 Februari 2020
Ttd.
Aulia Prattiwi

Minggu, 23 Februari 2020

Mengasuh Adalah Proses Pembebasan

Mengasuh sejatinya adalah sebuah proses yang sangat panjang masanya. Tidak sekejap layaknya metamorfosa ulat menjadi kupu-kupu, akan tetapi lebih dari itu. 

Mengasuh adalah proses pembebasan luka, dengannya kita mampu dengan cermat hadapi setiap tantangan yang ada. Baik itu tantangan akan masa lalu, kini, dan esok.

Masa lalu memanglah hal yang sangat terkesan dimata kita, apalagi jika hal itu sangatlah indah, begitupun sebaliknya. Masa lalu yang telah lama kita jalani akan membentuk suatu karakter kita di masa depan. Jangan anggap remeh masa lalu, karena ia juga merupakan proses terbentuknya dirimu saat ini. Meski terkadang menyulitkan dan terkesan sangat menyedihkan, namun hargailah. Ia juga sebuah bentuk proses terbaikmu sampai pada titik ini.

Pembebasan masa lalu yang kelam seringkali menyakitkan, menangisi duka yang amat mendalam akibat goncangan batin yang tak terhapuskan, sungguh hal itu sangat tidak mudah. Namun ingat, karena dia lah kita mampu tetap tegar hingga saat ini. Justru karena dia pula kita mampu pahami apa saja yang perlu kita wariskan nantinya pada anak cucu kita.

Membebaskan sebuah luka memang tidaklah mudah dan penuh jerih payah, akan tetapi jika tidak dibebaskan justru ia makin bernanah. Terlebih lagi sakit yang tak berdarah makin parah. Maka dari itu, lepaskanlah.

Anak kita mungkin tak dapat pahami apa yang ada dibenak kita saat ini. Namun, kitalah yang harus pahami bahwa hari ini ia tengah bertumbuh. Berusaha mencerna apa yang ia rasa dan ia amati.

Jikalau kita hadir disisinya tanpa sebuah keutuhan dari perasaan, maka ia pun akan menghadirkan dirinya dengan setengah kesadaran kelak. Karena apa yang kita beri padanya tidak begitu sungguh-sungguh memenuhi ruang jiwanya.

Lekaslah bebas wahai diri. Tanamkan pada jiwamu bahwa kau layak untuk menghirup udara kebebasan itu. Kau sangat patut untuk memperjuangkannya. Demi kebebasan anakmu jua. Demi ia, amanah dari Sang Maha Kuasa.

Yogyakarta, 23 Februari 2020
Ttd.
Aulia Prattiwi
Kekasih yang Pertama

Sabtu, 22 Februari 2020

Rancangan Hidup 🌍

Terkadang kita seringkali lupa untuk menyiapkan sebuah rencana yang abadi. Akan tetapi, kita terus-menerus berencana pada hal yang fana (dunia). Padahal sebenar-benarnya kabar, bahwa dunia adalah tempat persinggahan.

Kita tidak akan lama disini, di bumi yang hijau nan subur kaya akan ciptaanNya. Karena "Semua yang bernyawa tentu akan mati" (Q.S Ali Imran : 185).

Selama ini, bukan hal yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang terkait dengan persiapan rencana kehidupannya. Memang hal itu bagus untuk dipersiapkan, agar kelak ketika ada tantangan zaman, kita sebagai manusia bisa untuk berusaha menghadapi dan menaklukannya.

Namun, hal ini terkadang justru membelokkan tujuan kita, yang pada awalnya seseorang ingin untuk mencukupi kebutuhan ummat misalnya, ketika ia telah dimampukan atas hajatnya/keinginannya oleh sang Maha Khalik, maka belum tentu itu adalah sebuah ganjaran besar, bisa juga hal itu adalah ujian dariNya. Seperti contoh seorang ibu, yang seringkali terus-menerus berdoa pada Sang Pencipta agar kelak hidupnya bisa berkecukupan, punya anak-anak sholih, bisa punya banyak aset dan kekayaan di mana-mana, sukses dalam karir dan bisnisnya, akan tetapi ketika seorang Ibu tersebut telah berhasil mendapatkan semua yang ia hendaki, justru disinilah letak keimanannya diuji. Barang tentu ketika Ibu tersebut lena akan kesenangan fana yang hanya sementara saja, dan bisa jadi justru gara-gara hartanya yang berlimpah, maka ia terjebak dalam zona berbahaya ketika ia tak terus menerus kuatkan iman. Bisa jadi ada temannya yang sengaja mengajak untuk bergabung dalam sebuah kelompok arisan sosialita yang mana tentu di dalamnya berisi sekelompok orang dengan kantong tebal. Disinilah letak keimanannya diuji.

Lalu, maksudnya apa ujian dari ibu itu ? Seperti halnya kacang yang lupa akan kulitnya, ketika ia miskin ia masih saja terus memberi pada fakir miskin, hingga Allah uji dia dengan kekayaan, karena Allag ingin tahu seberapa tulus makhlukNya meminta padanya. Barangkali ketika ibu tersebut terlalu sering berkumpul dengan teman-teman sosialitanya, ia justru terjerumus dalam kekeliruan. Harta yang semestinya nantinya ia gunakan untuk fakir miskin, justru malah ia gunakan untuk kepentingan dunawi semata, dan bahkan sangat menipu di dalamnya.

Allah azza wa jalla tidak akan membebani suatu kaum melainkan sesuai kadarnya. Maka dari itulah harta yang Dia titipkan pada kita belum tentu itu milik kita, barangkali ia justru beban yang kita miliki, beban untuk memberikan dan mendistribusikannya pada orang yang tepat.

Allah juga tidak akan mengubah suatu kaum jika kaum tersebut tidak berusaha mengubahnya. Maka dari itu penting sekali bagi kita untuk senantiasa membenahi diri dengan mempercantik hari akhir kita. Karena rancangan hidup boleh jadi semulus jalan yang tak berlubang, akan tetapi rancangan akhir bisa jadi malah mengkhawatirkan. Naudzubillahimindzalik, semoga kita dijauhkan dari hal-hal semacam itu oleh Allah swt. Karena sesungguhnya manusia adalah dzat yang lemah, maka disarankan untuk terus meminta pada dzat yang Maha Perkasa yang memiliki kasih sayang tak terbatas seluruh jagad raya.

Wallahu a'lam bisshowab.

Surakarta, 22 Februari 2020
Ttd.
Aulia Prattiwi
KOMUNITAS BLOGGER BENGKEL DIRI

Rabu, 19 Februari 2020

Terjebak Ruang Rasa 💔

Setiap kali aku bangun di pagi hari dan memulai setiap detik kehidupanku sebagai ibu dan istri, aku merasa bahwa hidup ini sangatlah tidak mudah bagiku. Aku harus mempersiapkan segala sesuatunya tanpa terkecuali. Beratnya tanggungjawabku sebagai seorang pengatur rumahtangga terletak bukan hanya untuk suami dan anak, akan tetapi untukku sendiri pun terkadang masih sering ku lalaikan. Ya, aku seringkali lupa akan hak diri ini.

Aku manusia biasa yang tak sempurna. Aku juga sama seperti orang lain, memiliki jiwa yang juga butuh asupan kasih sayang. Akan tetapi, dari siapa ? Siapa yang mau memberiku kasih sayang tanpa perlu kuberikan imbalan ?

Setiap pagi, aku berdiri di depan cermin meja riasku, memandanginya dari ujung kepala, wajah, dagu, sampai pada sebuah titik dimana pandanganku terhenti. 

Ya, itu adalah hidungku sendiri. Hidung yang berdiri tegak selama ini diwajahku, dengan ukuran yang tak begitu mungil, dengan dua lubang di ujungnya.
Dengan alat inilah aku hidup selama ini, dialah yang terus bersamaku hingga saat ini, menyaring udara demi udara yang masuk pada tubuhku, bahkan ia tak peduli betapa kotornya udara itu.

Aku mulai limbung, ingin kutangisi ia. Selama dua puluh lima tahun aku tak pernah berterimakasih padanya. Alangkah kejamnya diriku. Hanya pada satu bagian tubuhku saja terasa berat kuucapkan terimakasih. Lalu, bagimana dengan orang lain ?

Aku mulai menyadari ada setitik embun mata membasahi pipi. Aku sedih dan merasa bersalah. Bagaimana mungkin ia yang terus menerus menemaniku selama sejauh ini tak pernah aku pedulikan keberadaannya, sementara aku selalu saja menuntutnya agar orang lain menghargaiku. Ini baru satu anggota tubuhku, bagaimanakah dengan anggota tubuhku yang lainnya ? Segera kuusap lembut airmataku, dan aku bergegas keluar kamar.

Aku sadar, tak bisa terus menerus menatap diri di depan cermin, karena ada banyak hal yang harus ku kerjakan untuk hari ini. Ada beberapa tugas khusus yang harus aku jalani. Tugas yang tentunya menguras airmata dan juga emosi. Ya, inilah tugasku sebagai seorang ibu dan juga istri. 

Meskipun demikian, namun aku yakin bahwa sesungguhnya tugasku inilah yang kelak akan mengantarkanku pada sebuah penghargaan diriku disisi langit. 

Aku terus menerus meyakinkan diriku, meski gejolak batin terus berhinggap dalam benak hati. Aku tahu bahwa disinilah imanku diuji, ketika aku harus tetap bisa mengontrol egoku demi kelancaran dan keharmonisan rumah surga kami.

Aku memang menyadari bahwasanya menciptakan sebuah rumah tanpa konflik itu mustahil sekali. Seringkali ide-ide brilian kami bertabrakan di dalamnya. Satu yang selalu menjadi peganganku dalam menjalani kehidupan ini bahwa Allah swt. sengaja menciptakan kami sekeluarga dengan berbeda-beda supaya bisa saling mewarnai dalam satu rumpun kebun surga yang indah, yaitu rumah.

Setiap kali aku merefleksi diriku antara kini dan kemarin bahkan sampai esok, aku selalu berusaha untuk memperbaikinya. Terutama dalam hal pengelolaan kontrol emosiku, yang mana seringkali aku merasa tidak adil atas perlakuan orang lain pada diriku.

Sebenarnya aku tak butuh pengkuan khusus, hanya saja aku butuh waktu untuk menemukan kebenaran dan kemampuan mengontrol gejolak emosi yang sangat dahsyat akibat kelelahan mengatur segala urusan di dalam rumah.

Aku cemas dan tak berdaya. Aku hilang arah, seolah tak ada yang pedulikanku.

Sebuah pesan singkat tetiba menyapaku di smartphoneku yang sudah nampak usang. Ternyata ia adalah sahabat lamaku. Teman satu angkatan, namun berbeda kelas. Ia mengajakku untuk bertemu, dan pada akhirnya ku mulai perjalanan baruku bersamanya.

Seminggu berlalu, setelah ia Sahabatku rela memberikan kedua telinganya untuk ku curahi emosi yang selama ini belum tertumpah, akhirnya disinilah saat yang aku tunggu. Sahabatku mengajakku untuk bangkit dari keterpurukan.

Aku tengah tersadar bahwa selama 3 tahun belakangan ini, di usia pernikahan yang kata orang rentan pertengkaran, aku sudah jarang untuk mengurus diriku sendiri. Jangankan untuk bertemu kawan lama, sekedar makan saja terkadang aku lupa.

Saat ini, beruntungnya aku sudah bergabung bersama teman-teman yang satu frekuensi. Satu pemikiran, dan satu tujuan denganku. Sehingga aku tak perlu lagi bertopeng. 

Bahkan, ketika aku lelah dengan topeng yang terus aku pakai di luar sana, 'keluargaku' adalah tempatku kembali. Merekalah yang terus menuntunku dan memberiku motivasi agar terus bangkit dari keterpurukan.

Saat ini, aku seperti seekor lebah yang bertemu kembali dengan koloninya. Sehingga aku mampu bersama membangun sebuah kerajaan megah seperti yang aku impikan. 

Memang segalanya tidak mudah dilakukan, akan tetapi ketika kita memiliki teman yang paham akan keadaan kita saat ini, sungguh sangatlah membantu.

Mereka turut serta membangun bisnisku, membangunkan sebuah singgasana yang aku inginkan. Memberiku arahan agar kelak aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri, tanpa meninggalkan jati diriku sebagai seorang wanita, ibu, dan juga istri.

The End
---------------------

Sabtu, 01 Februari 2020

Ruang Rasa dalam jalinan cintaNya (Bengkel Diri)


  • Penantian Panjangku di Lima Tahun Terakhir

Aku seorang mantan bipolar syndrome yang terus menunggu akan hadirnya sebuah kisah baru dalam perjalanan hidupku. Bukan maksudku untuk terus mengingatkan akan luka lama yang telah berlalu, akan tetapi hal inilah yang justru membuatku bangkit dan semangat mengejar track record baru. Aku yang selama 5 tahun belakangan hanya berkubang pada alam tak nyata, di dalam sebuah ruang persegi panjang bak neraka, ku sebut itu neraka karena disanalah letak batinku tersiksa. Aku lemah dan tak berdaya. Namun, ketika sebuah cahaya berkilau nan nyata kupandang sebelah mata, aku ragu akan busanaku. Kupikir aku belum mampu bersatu padu dengan mereka yang nampak putih bersih, sementara aku masih berkubang penuh debu. 

Lambat laun kupandangi cahaya itu terus menerus tak terputus, ku scroll setiap informasi-informasi tentangnya, hingga suatu hari kejaiban menyapaku. Tanpa sadar dan sangat impulsif seperti kebiasaanku, kuberanikan diri mengisi lembar form daftar tambahan seat. Entahlah, apa yang ada dalam benakku saat itu, berbekal keyakinan bahwa aku takkan mau terus terjerat pada lembah kenistaan itu.

Seminggu berlalu, saatnya aku masuk dalam sebuah dunia baru. Dunia yang membawaku akan pemahaman baru tentang siapa aku, darimana asalku, dan untuk apa aku ada. Disinilah awal mulanya aku terlahir kembali. Agustus 2019, aku masih sangat terpesona saat pertama kududuk disana, berlembar tugas kubuat sekuat tenaga, meski bipolar syndromku masih sangat lekat.

Hari demi hari kulalui, meski setelah 2 bulan awal masa itu, aku harus mengurung diriku sendiri lebih dalam, menampik seluruh pergolakan batinku. Aku yakin dengan keputusanku saat ini, aku percaya Tuhan telah mengulurkan tangannya. Disanalah aku merasa terisolasi dari ruang ramai, berusaha mencerna satu demi satu tentang apa yang telah guru-guru beri padaku, bahwa sesungguhnya dunia ini begitu hampa jika aku hanya berdiam dalam ruang rasa.

Kini, semakin aku menaikkan levelku dan menantang diriku sendiri, aku kian mampu lakukan segalanya. Seperti halnya sebuah olahraga, jikalau aku berhenti justru syaraf dan ototku makin gelisah. Semua berubah menjadi candu, terlebih kala kulihat pertemuan yang mengharu biru. Aku ingin suatu saat nanti bisa dipertemukan kembali bersama ruh-ruh sejati sepertimu, seperti saat ini.

Kebumen, 01 Februari 2020
Alumni Bengkel Diri Level 01 Muazzah b.abdullah
Alumni Bengkel Diri Level 02 Darussalam
Semoga kelak kita bisa bertemu dengan nyata.

Ttd.
Kekasih Pertama