Kamis, 19 Januari 2012

Ma philosophie

Je n'ai qu'une philosophie
Être acceptée comme je suis
Malgré tout ce qu'on me dit
Je reste le poing levé
Pour le meilleur comme le pire
Je suis métisse mais pas martyre
J'avance le coeur léger
Mais toujours le poing levé

Lever la tête, bomber le torse
Sans cesse redoubler d'efforts
La vie ne m'en laisse pas le choix
Je suis l'as qui bat le roi
Malgré nos peines, nos différences
Et toutes ces injures incessantes
Moi je lèverai le poing
Encore plus haut, encore plus loin

Viser la Lune
Ça me fait pas peur
Même à l'usure
J'y crois encore et en coeur
Des sacrifices
S'il le faut j'en ferai
J'en ai déjà fait
Mais toujours le poing levé

Je ne suis pas comme toutes ces filles
Qu'on dévisage, qu'on déshabille
Moi j'ai des formes et des rondeurs
Ça sert à réchauffer les coeurs
Fille d'un quartier populaire
J'y ai appris à être fière
Bien plus d'amour que de misère
Bien plus de coeur que de pierre
  
#Amel Bent

JAWABAN SANG WAKTU
Ketika sang waktu telah menjawab akan takdir kehidupan, semua tak bisa terubah. Meski sekuat raga menepis akan jalan hidup ini, namun seolah ku tak bisa menerima akan kenyataanku sekarang. Setahun silam, saat raga ini tengah mencari jalan hidup, menapaki jalan yang panjang, dan perang argumen tengah berlangsung. Sekuat tenaga ku lakukan demi keinginanku untuk masuk ke sekolah Teknik. Berbagai macam test sudah ku jajal,semua materi berusaha ku kuasai, dan Tuhan benar-benar sedang mengujiku. Saat aku mendaftar disebuah sekolah teknik, waktu itu sebelum ujian nasional SMA, dan aku sangat bersemangat dengan test ini, kudatangi tempat test sehari sebelum pelaksanaan agar aku bisa lebih matang saat mengerjakan nantinya. Ratusan peserta pun datang dari seluruh penjuru kota, dan saat tiba waktunya pengumuman, namaku tertulis disana. Ku bersujud syukur atas semua ini, akhirnya sebelum aku UAN, aku sudah mendapatkan perguruan tinggi negeri yang aku inginkan.
Beberapa bulan kemudian, tertulis pengumuman di papan, akan adanya SNMPTN undangan, dan tertulis namaku juga disana, ku datangi guru BK dan berkonsultasi dengannya. Sampai akhirnya aku mengikuti seleksi ini, dalam benakku hanya ingin menjajal sejauh mana bobot raporku selama 5 semester ini, dan akupun mengajukan beasiswa karena standar nilaiku memadai. Tapi saat pengumuman tiba, kulihat di internet, hanya ada permintaan maaf yang muncul saat itu, aku tak lolos dalam seleksi ini. Tapi aku yakin aku pasti bisa dalam kesempatan lain. Dan sampai saat itu, aku mulai tahu kekuranganku, ku berusaha lagi untuk belajar setelah usai UAN bulan lalu. Inilah perjuangan yang benar-benar dahsyat bagi semua angkatanku. Tapi saat itu, aku merasa biasa saja, karena aku sudah lega bisa diterima di PTN, tapi aku masih belum puas. Ku mencoba untuk berperang lagi lewat SNMPTN tertulis, saat aku mengambil jurusan akupun hanya sesuka hati. Ian Tetapi, saat pengumuman namaku terpampang disana, Puji syukur Allah maha besar, sekali lagi aku lolos dalam seleksi akbar ini, yang melibatkan ratusan ribu peserta, yang hanya sebagian kecil yang lolos, dan itu tak terkecuali diriku. Ayah ibuku bangga denganku, tapi kebanggaan itu tak pernah mereka munculkan. Aku bisa tau senua itu lewat mata batinku sendiri.
Disinilah terjadi kebimbangan dihatiku, aku ada dalam dua pilihan, namun saat itu aku tengah mendaftar lagi test sekolah tinggi tejnik, inilah yang aku cari. Sekolah gratis siap kerja, pertama-tama aku lolos seleksi administrasi, dan setelah itu aku wajib mengikuti test tertulis diluar kota. Kutunggu pengumuman dengan penuh harapan, tapi ketika pengumuman itu tiba, seakan mencabik-cabik hatiku, meremukkan seluruh tulang, memutuskan nadiku. Aku tak lolos seleksi. Betapa kecewanya aku. Hanya seorang saja dari sekolahku yang lolos, padahal dia satu kelas denganku dan kami seperjuangan selama ini, tetapi Allah memang adil. Saat yang lain sudah mendapat sekolah yang diinginkan, hanya dia saja yang belum mendapatkannya, dan kini ia telah mendapatkan sekolah lanjutannya. Aku hanya bisa pasrah mendapat dua pilihan, dan kedua orangtuaku malah lebih mendukungku ke pilihan kedua, padahal aku sama sekali tak suka akan pilihan itu. Tapi setelah kupikir matang, memang sebaiknya aku menurut perintah orangtua agar selamat dunia akhirat. Dan dengan Bismillah, aku memilih pilihanku ini, semoga ini benar jalan terbaikku walau dengan berat hati ku melangkahkan kaki ini.
Memang benar, jika Tuhan telah menghendaki, apapun bisa terjadi. Jurusan yang tak ku inginkan, kini malah aku jalani. Tapi aku yakin, semua kan ada hikmahnya. Bisa saja aku bisa sukses tanpa harus masuk sekolah teknik, dan kuberusaha menata kembali kepedihan hatiku yang telah berlalu. Perlahan ku bisa melupakan masa laluku, tapi jika ku ingat semua perjuanganku, rasanya melemahkan hati ini. Ya Allah, inilah jalan yang harus kutempuh, aku hanya mengharap ridho-Mu. Namun sampai sejauh ini aku merasa belum bisa menerima kenyataan bahwa impianku telah pupus.